Pemimpin kritis Venezuela Hugo Chavez, memperingatkan Amerika Serikat (AS) agar tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Libya. Resikonya amat besar bagi AS bila menyerang Libya.
“Jika Yankee-yankee (orang Amerika) itu menyerang Libya, mereka akan menghadapi Vietnam yang baru, dan harga minyak akan melambung menjadi 200 dolar AS per barel,” kata Chavez di televisi nasional pada Minggu seperti dikutip RIA Novosti, Senin.
Amerika Serikat kehilangan sekitar 60.000 tentara pada Perang Vietnam.
Chavez mengatakan, perang saudara sedang berlangsung di Libya dan tidak ada seorang pun yang berhak menyerang negara yang berdaulat.
Ribuan warga Libya tewas sejak aksi protes antipemerintah pertama pecah pada 15 Februari, menuntut berakhirnya pemerintahan 42 tahun pemimpin Libya Muamar Gaddafi.
Chavez mengulangi seruannya 28 Februari, kepada komunitas internasional untuk membentuk misi perantara guna menyelesaikan krisis Libya, bukannya ikut campur tangan dengan mengirimkan militer asing ke negara itu.
Sementara itu pemerintah Libya menyambut baik panel Uni Afrika yang dibentuk untuk mengakhiri krisis Libya dan menyatakan mereka akan mempermudah pekerjaan panel itu.
Tapi di sisi lain, pemerintah Libya mengecam resolusi Liga Arab yang meminta zona larangan terbang diterapkan di negara yang dilanda pemberontakan tersebut. “Pemerintah Libya akan mengambil semua langkah untuk menyambut baik anggota-anggotanya (panel Afrika) dan memberikan semua fasilitas bagi tercapainya tujuan misi itu,” kata televisi negara Libya mengutip pernyataan resmi terhadap misi AU tersebut.
Uni Afrika Jumat lalu mengumumkan para pemimpin Afrika Selatan, Uganda, Mauritania, Kongo dan Mali akan membentuk panel AU yang akan mengadakan perjalanan ke Libya tak lama lagi.
Rebut Brega
Sementara itu, Al Jazeera mengutip para pemberontak Libya mengatakan mereka telah merebut kembali kendali atas kota minyak Libya, Brega, pada Minggu, namun tidak ada konfirmasi dari pihak independen.
Para saksi mata mengatakan, tentara pemimpin Libya Muamar Gaddafi menguasai Brega pada Minggu dinihari, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Setelah pertempuran beberapa pekan terakhir, kedua pihak seringkali mengaku menang dalam pertempuran-pertempuran untuk memperebutkan kota itu dalam pertempuran-pertempuran lama sebelumnya ada tindakan tegas.
Pemberontak Kolonel Hamed al-hasi, yang mengaku sebagai juru bicara pemberontak di Brega, mengatakan kepada Al Jazeera, “Kami telah menangkap 20 tentara dari pasukan Gaddafi dan kami membunuh 25 lainnya. Kami telah memaksa mereka untuk mundur 20 kilometer dari kota.”
Tetapi, dalam pemberitaan AFP sehari sebelumnya, pemberontak Libya meninggalkan kota kunci Brega pada Minggu di bawah penembakan gencar pasukan pemerintah, yang bergerak maju, saat dukungan asing tumbuh lambat bagi daerah larangan terbang di negara itu.
Puluhan pemberontak terlihat meninggalkan kota pesisir Brega menuju Ajdabiya, 80 kilometer di jalan ke kota utama pemberontak, Benghazi dan Tobruk. Sumber pemberontak menyatakan, pasukan yang setia kepada orang kuat Muamar Gaddafi mendekat dari barat dan televisi pemerintah Libya, mengutip keterangan sumber tentara tertentu, kemudian menyatakan Brega “dibersihkan dari gerombolan bersenjata”.
Di Benghazi, 240 kilometer timur Brega, semua layanan telepon selular tiba-tiba terhenti pada Minggu dengan alasan tidak diketahui.(d/ant)